Rabu, 01 Juni 2011

simbol-simbol ajaran mahayana

Ritual dan symbol-simbol Mahayana yang berkembang di Negara Korea, Jepang, India, Taiwan, China, Srilangka dan Indonesia.

A. Penghormatan Dan Praktek Ritual
Didalam tata ritual Mahayana para penganutnya menghormati Buddha Sakyamuni dan berbagai Boddhisattva (seperti Avalokitesvara atau Kuan Yin, Mahasatmarprapta). Mahayana (khususnya di Tibet) memuja semua Buddha terdahulu atau Adi Buddha, Amitabha, Vairocana, Askyobhya, Amoghasiddhi, dan Ratnasambhava, Tantra dan Mandala adalah termasuk praktik dalam Mahayana Tibet. Sebagai ucapan bhakti dan sebagai praktek mengembangkan spiritual.
Semangat bakti terlihat sangat menonjol dillakukan oleh para umat di vihara-vihara Mahayana, khususnya di negara-negara yang sangat di pengaruhi oleh kebudayaan China. Di Vihara-Vihara Mahayana, para pemuja menggunakan gambar dan relik (termasuk abu kremasi) dari anggota keluarganya yang sudah meninggal. Relik ini kemudian digunakan sebagai obyek sembahyang dan pemujaan. Umat Buddha Mahayana mempersembahkan bunga, dupa, lilin, buah dan makanan, yang secara harfiah untuk menghormati roh dari orang yang telah meninggal. Tradisi ini sudah turun temurun dilaksanakan umat Mahayana.
Syair-syair suci Sansekerta diucapkan di Vihara-Vihara Mahayana. Dalam pembacaan paritta selain dalam Bahasa Pali dan Bahasa Sansekerta logat bahasanya menggunakan logat bahasa seperti dari Birma, China, Jepang, Newari, Thai dan sebagainya dipergunakan tergantung pada kebudayaan setiap penganutnya.
Secara keseluruhan, Vihara-Vihara Mahayana terkesan meriah dan indah, dihiasi dengan gambar beraneka warna, patung dan hiasan lainnya. Vihara-vihara Theravada biasanya tampak sederhana dan miskin dekorasi dibandingkan dengan vihara-vihara Mahayana. Hal yang sama, ritual Mahayana jauh lebih meriah susunannya daripada praktik ritual Theravada.
A. Ritual Suci Khas Mahayana Yang Bermakna Penyucian Diri Di Indonesia
Ritual yang wajib dilakukan menjelang Tri Suci Waisak. Ritual dengan makna penyucian diri ini, identik dengan umat Buddha beraliran Mahayana. Ritual Yu Fo atau bagi masyarakatumum dikenal dengan istilah pemandian rupang (patung) Buddha selalu menjadi pemandangan menarik yang umumnya digelar sebelum detik-detik Waisak digelar.
Karena selalu menjadi ritual yang mendapat aten-si besar dari umat Buddha. Seperti yang terlihat dalam perayaan Waisak yang digelar Sangha Mahayana Indonesia beberapa hari sebelum puncak perayaan Waisak 28 Mei lalu. Ribuan umat Buddha dengan rapi mengantre untuk melakukan ritual Yu Fo ini. Pada setiap harus ditaruh rupang Buddha di atas kolam kecil.
Umat yang mengantri kemudian mengambil air dari kolam kecil itu dan menyirami rupang Buddha di hadapan mereka sambil tak lupa berdoa. Sejarah pemandian rupang Buddha dalam tradisi Buddha Mahayana ada untuk menandai kelahiran Pangeran Siddharta (Lebih dikenal Buddha) yang diyakini lahir seminggu sebelum purnama tanggal 8 bulan 4 penanggalan Lunar (Chinese kalender).
Pemandian rupang Buddha dilakukan seminggu sebelum puncak perayaan Waisak setiap tahunnya. Menurut Bhiksu Bhadra Pala dari Sangha Mahayana Indo-nesia ritual itu secara simbolik menggambarkan penyambutan kelahiran Maha Bodhisattva Siddharta Gautama yang kelak menjadi guru junjungan para dewa dan manusia.
Ritual Yu Fo atau bagi masyarakat umum dikenal dengan istilah pemandian rupang (patung) Buddha selalu menjadi pemandangan menarik yang umumnya digelar sebelum puncak detik-detik Waisak digelar. Sejarah pemandian rupang Buddha dalam tradisi Buddha Mahayana ada untuk menandai kelahiran Pangeran Siddharta (Lebih dikenal Buddha) yang diyakini lahir seminggu sebelum purnama tanggal 8 bulan 4 penanggalan Lunar (Chinese kalender).

B. Simbol dan jubah suci
Semua Vihara berisi berbagai macam simbol yang sakral, sebagian besar adalah patung Buddha Sakyamuni. Ditambah lilin, bunga, dan dupa yang biasa dipersembahkan, sebagai simbol-simbol ajaran.
Simbol-simbol yang umum dari kedua aliran tersebut yaitu simbol bendera Buddhis, gambar Sang Buddha, pohon Bodhi, dan Patta. Di Vihara-vihara Mahayana orang mendapatkan bermacam-macam simbol sakral lainnya yang juga dipandang sebagai perlengkapan spiritual termasuk ikan terbuat dari kayu, kepala naga, kendi, genta, tambur, dan sebagainya, Kecuali genta dan tambur, yang kadang-kadang juga terdapat di vihara-vihara Theravada di Thailand. Orang sulit memperoleh perlengkapan keagamaan yang bermacam-macam di vihara Theravada, karenanya praktik ritual Theravada tidak begitu sulit dibandingkan dengan Mahayana.
Bhikhu-bhikkhu Tibet mengenakan jubah berwarna coklat tua atau merah hati, disesuaikan dengan tubuhnya. Di China, Korea, Taipeh (Taiwan) dan sebagainya, para Bhikkhu mengenakan jubah berwarna kuning jingga (kuning kunyit).
Para Bhikkhu Mahayana Vietnam setiap harinya mengenakan ao trang (jubah coklat) dan ao luc binh (jubah tidak resmi atau untuk bekerja), dan dalam kesempatan resmi mereka mengenakan ao hau (jubah upacara bagian luar). Para Samanera mengenakan ao nhut binh (jubah berwarna coklat atau warna langit/pelengkap pakaian). Itulah jubah berwarna kuning kunyit dengan sedikit perbedaan bentuk.
Bhikkhu-bhikkhu Theravada selalu menggunakan civara dan antara vasaka dua kain panjang, yang dikenakan sebagai jubah. Pada kesempatan resmi, sanghati, kain panjang jubah yang dilipat dengan rapi dikenakan dibahu kiri (seperti memakai selendang). Jubahnya dapat berwarna kuning kunyit, kuning kulit kayu, kuning kemerahan atau merah hati.
Di Jepang, para bhikkhu menggunakan jubah berwarna putih dengan sedikit jubah lapis berwarna kuning kunyit di luar jubah warna putih.
1. Roda Berjari-jari Delapan
(Dharmachakra) Dharmachakra (Sansekerta) atau Dhammacakka (Pali) telah digunakansecara luas sejak lama di India. Bukti arkeologinya terutama sekali banyak ditemukan pada masa pemerintahan Raja Asoka (304 – 232 SM) dimana ukiran Dharmacakra terdapat di bawah patung empat ekor singa yang menghadap empat penjuru (monumen singa dari Sarnath).
Dharmacakra merupakan lambang dari ajaran Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga). Makna lambang tersebut dapat dijabarkan lebih luas lagi seperti berikut :
• Bentuk keseluruhannya merupakan lingkaran yang melambangkan kesempurnaan Dharma.
• Tiga buah lingkaran di pusat roda melambangkan Tiga Mestikayaitu Buddha, Dharma, dan Sangha.
• Pusat roda yang melambangkan disiplin sebagai hal mendasar dalam meditasi.
• Delapan jari-jarinya menyimbolkan Jalan MuliaBerunsur Delapan yang diajarkan Sang Buddha (juga dapat melambangkan Welas asih & Kebijaksanaan).
• Pinggiran roda melambangkan praktik meditasi yang menyatukan seluruh unsur-unsur tersebut. Di antara semua lambangBuddhis, lambang inilah yang paling dikenal oleh komunitas internasional sebagai perlambang agama Buddha.
2. PohonBodhi (Ficus religiosa)
Pohon Bodhi merupakan simbol pencapaian pandangan terang Pangeran Sidhartha menjadi Buddha. Pohon Bodhi sendiri merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Sang Buddha karena di bawah lindungan pohon itulah Pangeran Sidhartha bermeditasi sampai mencapai ke-Buddhaan
3. Telapak Kaki Sang Buddha
Simbol ini melambangkan kehadiran fisik dari Sang Buddha di bumi ini. Di telapak kaki tersebut juga terdapat simbol Dharmacakra yang merupakan salah satu dari tiga puluh dua tanda khusus dari seorang Buddha.
4. Swastika
Swastika berasal dari kata svastika (Sansekerta) yang berarti objek keberuntungan atau kesejahteraan. Simbol ini merupakan salah satu simbol tertua yang telah dipakai oleh banyak peradaban dan kebudayaan di dunia. Motif ini kemungkinan dipakai pertama sekali pada zaman Neolitik Eropa dan Asia. Bukti-bukti arkeologi menyatakan bahwa lambang ini banyak dipakai oleh peradaban besar dunia seperti Yunani, Romawi, Eropa Barat, Skandinavia, Asia, Afrika dan penduduk asli Amerika. Penggunaan lambang swastika dalam Buddhisme dipelopori di Jepang dan sebagian besar negara Asia Timur lainnya. Swastika sendiri mengandung makna Dharma, keharmonisan universal dan keseimbangan. Swastika umumnya digunakan di ukiran wihara dan kuil, dada patung Sang Buddha, maupun kadang-kadang di gambar telapak kaki Sang Buddha. Hal yang menarik dari simbol ini adalah penggunaan lambang serupa tapi berbeda oleh Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Hal ini menimbulkan pandangan negara-negara Barat bahwa swastika merupakan lambang dari Nazi- isme maupun rasisme, padahal swastika sendiri memiliki makna yang positif bagi pengguna lainnya. Bentuk swastika Nazi menghadap ke kanan sedangkan arah swastika Buddhis menghadap ke kiri. Walaupun demikian masih banyak pihak yang memandang swastika adalah lambang Nazi Jerman belaka. Hal ini tidak lepas dari “keberhasilan” Nazi dalam mempopulerkan lambang ini selama Perang Dunia II.
5. Bendera Buddhis
Lambang Buddhis ini merupakan lambang yang usianya paling muda karena diciptakan oleh Kolonel Henry Steele Olcott, seorang jurnalis Amerika Serikat pada tahun 1880. Bendera ini pertama sekali dipakai di Sri Lanka pada tahun 1885. Secara keseluruhan, lambang ini melambangkan kedamaian dan keyakinan. Arti dari masing-masing warna di bendera Buddhis tersebut adalah :
•Biru : Cinta kasih, kedamaian dan kemurahan hati universal.
•Kuning : Jalan Tengah –menghindari sisi ekstrim.
•Merah : Berkah dari praktik Dharma–pencapaian kebijaksanaan,ke-unggulan,kesejahteraan dan kehormatan.
•Putih : Kesucian Dharma– menuntun kepada pembebasan
sempurna.
•Jingga : Ajaran Sang Buddha– Kebijaksanaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar